This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

JAM DIGITAL

Selasa, 15 Oktober 2013

Blue Marlin Makaira nigricans

Description Blue marlin from National geographic (http://animals.nationalgeographic.com/animals/fish/blue-marlin/)

The strikingly beautiful blue marlin is the largest of the Atlantic marlins and one of the biggest fish in the world. Females, which are significantly larger than males, can reach 14 feet (4.3 meters) in length and weigh more than 1,985 pounds (900 kilograms). Average sizes tend to be in the range of 11 feet (3.4 meters) and 200 to 400 pounds (91 to 181 kilograms).
Native to the tropical and temperate waters of the Atlantic, Pacific, and Indian Oceans, blue marlins are among the most recognizable of all fish. They are cobalt-blue on top and silvery-white below, with a pronounced dorsal fin and a long, lethal, spear-shaped upper jaw.
They are so-called blue-water fish, spending most of their lives far out at sea. They are also highly migratory, and will follow warm ocean currents for hundreds and even thousands of miles.
Blue marlins prefer the higher temperature of surface waters, feeding on mackerel and tuna, but will also dive deep to eat squid. They are among the fastest fish in the ocean, and use their spears to slash through dense schools, returning to eat their stunned and wounded victims.
Known for putting up a tremendous fight when hooked, these rare marine monsters are the holy grail for sport fishers. Their meat is considered a delicacy, particularly in Japan, where it is served raw as sashimi. Although not currently endangered, conservationists worry that they are being unsustainably fished, particularly in the Atlantic.

Reformasi Biru Bisnis Perikanan Di Indonesia

Oleh:  Wiro N Wirandi

Jumlah produksi perikanan dunia yang berasal dari gabungan perikanan tangkap dan perikanan budidaya menurut laporan FAO 2012 mencapai 114.6 juta metrik ton per tahun atau sama dengan berat 13 juta individu gajah afrika. Sebanyak 95% dari komoditas produksi ikan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi manusia, sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan industri lainnya yang dimanfaatkan sebagai campuran pakan hewan peliharaan dan juga dipakai sebagai umpan ikan, serta untuk campuran pakan budidaya.

Aktivitas bisnis perikanan memberikan sumbangan yang besar terhadap perekonomian dunia. Sebagai catatan,  saat ini 37% perdagangan dunia dikuasai oleh produk yang berbahan baku perikanan. Lebih dari 200 negara melakukan ekspor komoditas ikan dan hasil olahannya dengan nilai mencapai 90 miliar USD. Sebagai catatan 80% produk perikanan yang dihasilkan didunia berasal dari negara-negara yang sedang berkembang.

Ekspor komoditas ikan dan hasil olahannya pada 2010 telah mengalami kenaikan sebesar 56.6%  dari tahun 1996. Kenaikan tersebut dipicu banyaknya perusahaan asing yang berinvestasi langsung atau  bekerjasama dengan perusahaan lokal di negara-negara berkembang sehingga kapasitas tangakapan merangkak naik. Tren ekspor ikan mulai bergeser dari komoditas bahan baku kepada produk olahan dengan nilai ekonomis yang tinggi seperti tuna, kakap dan udang.

Bisnis perikanan memberikan manfaat langsung dan tidak langsung bagi kesejahteraan manusia. Diperkirakan 43.5 juta penduduk dunia menggantungkan langsung kesejahteraan hidupnya dari usaha-usaha produksi perikanan. Berarti apabila satu orang bekerja di sektor primer perikanan, maka akan ada 4 orang yang bekerja pada sektor sekundernya. Saat ini tercatat ada 170 juta orang yang bekerja pada industri inti perikanan. Kalau kemudian memasukkan nilai ketergantungan orang bekerja pada sektor perikanan, maka akan ada 520 juta orang bekerja pada sektor ini, atau dengan kata lain 8% dari populasi dunia terlibat di sektor industri dan bisnis ini.

Peningkatan kapasitas produksi perikanan di Indonesia tidak diimbangi dengan pengelolaan yang berkelanjutan. Laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa sebanyak 70% wilayah perairan kita mengalami overfishing (kelebihan tangkap). Beberapa populasi jenis ikan mengalami penurunan tajam. Hal ini berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan industri perikanan dan mengancam menurunnya pendapatan para pekerja. Permasalahan ini harus segera diatasi dan harus membangun sebuah mekanisme pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab untuk menjaga keberlangsungan sumberdaya ikan serta bisnisnya.

Pendekatan mekanisme bisnis perikanan yang bertanggung jawab telah dinisiasi oleh WWF-Indonesia sejak 2010. Sebuah program yang bernama Seafood Savers dilahirkan untuk memberi wadah bagi pebisnis perikanan untuk mulai mengubah pengelolaannya menjadi lebih ramah lingkungan, tujuannya adalah melahirkan produk seafood yang berkelanjutan bagi konsumen yang memiliki wawasan lingkungan untuk menuju kepada ecolabelling perikanan.

Kampanye kesadartahuan di sisi konsumen juga digencarkan oleh WWF, mulai dari kampanye langsung di ruang publik, menggunakan teknologi telepon pintar dengan mengembangkan aplikasi panduan memilih seafood yang ramah lingkungan, sampai memaksimalkan media cetak dan elektronik untuk menjangkau publik yang lebih luas. Tujuannya hanya satu, untuk membangun permintaan akan produk yang ramah lingkungan. Bagi Seafood Savers, permintaan yang meningkat di kalangan konsumen berarti membuka peluang agar produk ramah lingkungan yang dihasilkan dapat mempenetrasi pasar.

Dengan adanya sinergisitas perusahaan dan masyarakat untuk memprouksi dan membeli produk perikanan yang bertanggung jawab, maka diharapakan akan menjaga kelimpahan sumberdaya ikan di indonesia untuk jangka panjang serta meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan secara berkelanjutan.

Lebih lanjut soal Seafood Savers klik di sini

Kontak:
Wiro N Wirandi, Staf Program Seafood Savers, WWF-Indonesia, wwirandi@wwf.or.id
atau
http://www.wwf.or.id/?26620/Reformasi-biru-bisnis-perikanan-di-Indonesia

Sumber:
  1. FAO
  2. greenfact.org
  3. http://www.greenradio.fm/news/latest/3257-perairan-indonesia-over-fishing

Senin, 14 Oktober 2013

Untuk meningkatkan produksi dan nilai tambah beberapa produk unggulan perikanan budidaya, diperlukan perubahan modernisasi sistem produksi.
 
Kebijakan strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang memfokuskan pada percepatan industrialisasi perikanan telah dicanangkan. Salah satu tujuannya adalah meningkatkan produksi beberapa komoditas unggulan perikanan budidaya (akuakultur) dan meningkatkan nilai tambah produk-produk tersebut.
Program kebijakan KKP ini juga sejalan dengan permintaan pasar internasional yang mulai memperketat kualitas produk akuakultur. Tantangan tersebut kemudian diterjemahkan KKP dalam bentuk konsep ekonomi biru yang mengusung keseimbangan antara produksi dan keberlangsungan sistem produksi akuakultur itu sendiri.
“Untuk mencapai semua itu, kita harus melakukan perubahan modernisasi sistem produksi, melakukan integrasi dari berbagai aspek pendukung di berbagai sektor perikanan. Hal ini tidak hanya menjadi pekerjaan Kementerian Kelautan dan Perikanan saja melainkan pekerjaan lintas sektor,” kata Dr Ir Aryo Hanggono DEA, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Badan Litbang KP), KKP saat membuka Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA), di Mataram, NTB, baru-baru ini.
Menurut Aryo, tantangan ini adalah peluang yang sangat baik dalam pengembangan produk dan teknologi akuakultur ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam kerangka mendukung program industrialisasi akuakultur berbasis ekonomi biru. Salah satu tantangan dalam pengembangan produk unggulan perikanan budidaya saat ini adalah peningkatan dan kualitas produk ekspor perikanan.
“Harus diakui, kualitas dan mutu perikanan kita memang masih ada yang belum memenuhi standar internasional. Namun demikian, kita tidak perlu berkecil hati, mari kita songsong tantangan tersebut menjadi peluang dalam rangka meningkatkan daya saing produksi perikanan,” tegas Aryo.
Untuk mendukung upaya tersebut, kata Aryo, Balitbang KP akan terus berinovasi dan berkreasi. Karena melalui inovasi dan kreasilah, Indonesia akan mampu bersaing dengan negara-negara penghasil produk perikanan budidaya.
Selain meningkatkan produksi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya (P4B), Balitbang KP diharapkan juga dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang menghambat pengembangan perikanan budidaya di Indonesia. “Ini sangat penting, karena bagaimana pun juga sentra-sentra produksi perikanan budidaya ada di daerah-daerah,” jelas Aryo.

Standar Mutu
Disinggung mengenai standar mutu perikanan yang belum memenuhi standar internasional, Aryo menilai hal tersebut disebabkan oleh dua hal.  “Pertama, belum ada standar operasional prosedur (SOP). Kedua, sudah ada SOP-nya, tapi belum dilaksanakan oleh pembudidaya,” kata Aryo kepada Majalah Sains Indonesia, baru-baru ini.
Soal limbah, tambah Aryo, jika mau mene-rapkan konsep blue economy, limbah-limbah residu dari bekas tambak tidak boleh langsung dibuang. “Ini menjadi tantangan bagi Balitbang KP. Karena  itu sebelum air tersebut dibuang, sebaiknya ada proses terlebih dahulu. Karena biasanya, dalam proses pencucian atau penetralan air tambak, pembudidaya biasa menggunakan bahan kimia, misalnya kaporit. Nah, perlakuan seperti inilah ke depan kita harapkan tidak terjadi lagi,” tegas Aryo.
Artikel selengkapnya bisa anda baca di Majalah SAINS Indonesia Edisi 19
Copyright 2012. Majalah SAINS Indonesia

Inovasi teknologi tingkatkan produksi budidaya ikan

Top of Form
Berita tentang inovasi produksi budidaya ikan dari http://www.antaranews.com/berita/393072/inovasi-teknologi-tingkatkan-produksi-budidaya-ikan 

Inovasi teknologi tingkatkan produksi budidaya ikan

Jumat, 30 Agustus 2013 10:31 WIB | 1623 Views
Pewarta: M Razi Rahman
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, inovasi teknologi merupakan keharusan bila Indonesia ingin meningkatkan produksi budidaya perikanan yang berkualitas.

"Efektivitas dan efisiensi suatu pengelolaan usaha budidaya merupakan suatu keharusan dalam upaya peningkatan produksi yang berkualitas," kata Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Jakarta, Jumat.

Untuk itu, menurut Slamet, pihaknya juga mendorong Program Industrialisasi Perikanan Budidaya berbasis "blue economy" (ekonomi biru) yang memerlukan dukungan perekayasaan melalui pengembangan inovasi bioteknologi.

Ia juga mengemukakan agar semakin banyaknya peningkatan kualitas hasil perekayasaan yang dihasilkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB).

"UPT dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif untuk menghasilkan teknologi-teknologi terapan yang dapat diterapkan dengan mudah oleh masyarakat khususnya pembudidaya," katanya.

Menurut dia, terobosan-terobosan baru sangat diperlukan sehingga UPT Perikanan Budidaya yang merupakan ujung tombak implementasi kebijakan pemerintah pusat di daerah.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KKP Sjarief Widjaja menyampaikan bahwa UPT dituntut untuk berpikir global serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan.

Sekjen KKP menegaskan, hal itu perlu dilakukan untuk menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, seperti AFTA atau Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN yang akan diterapkan pada tahun 2015.

"Jauh-jauh hari kita harus mempersiapkan diri dengan matang, sehingga kita mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri khususnya perikanan budidaya," kata Sjarief.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan produksi ikan budidaya secara global telah melampaui produksi daging sapi sehingga Indonesia juga layak untuk meningkatkan produksi ikan budidaya.

"Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO melansir sejak tahun 2011 untuk pertama kalinya produksi perikanan budidaya dunia telah melampaui produksi daging sapi," kata Sharif Cicip Sutardjo di Jakarta, Selasa (27/8).

Sharif memaparkan pada 2012, produksi perikanan budidaya dunia telah mencapai sebesar 66 juta ton sedangkan produksi daging sapi hanya mencapai sebesar 63 juta ton.

Menurut dia, hal tersebut juga membuktikan bahwa sektor budidaya kelautan dan perikanan semakin dapat diandalkan untuk mendukung ketahanan pangan, termasuk di Indonesia.

"Perikanan budidaya akan semakin diandalkan dalam pemenuhan kebutuhan ikan, baik di dalam negeri maupun kebutuhan dunia," katanya.

Ia juga mengatakan meski menghadapi anomali iklim atau cuaca, kegiatan usaha budidaya masih dapat dikembangkan melalui berbagai penerapan inovasi teknologi budidaya.
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2013

semoga berita tersebut dapat menambah reverensi tentang inovasi aquaculture dan perikanan indonesia semakin maju.

Inovasi - inovasi perikanan budidaya

Banyak informasi yang bisa kita dapatkan silahkan klik di link berikut http://budidaya-ikan.com/
Banyak inovasi-inovasi yang dapat dijadikan sumber referensi bagi para pengusaha budidaya ikan atau hobiis budidaya ikan untuk meningkatkan peluang usaha maupun peningkatan produksi. silahkan menikmati artikel-artikel yang terkait pada link tersebut. keep enjoy for read :)

Blue Economy Kembangkan Inovasi Untuk Kesejahteraan

24/09/2013 - Kategori : Siaran Pers

Siaran Pers
No. 124/PDSI/HM.310/IX/2013

Era industrialisasi kelautan dan perikanan perikanan dengan pendekatan ekonomi biru (blue economy) yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan perkembangan positif. Indikator Kinerja Utama (IKU) KKP tahun 2012 terutama pembangunan di bidang ekonomi dan lingkungan hidup menjadi cerminan keberhasilan tersebut. Beberapa indikator menunjukkan, pertumbuhan PDB perikanan sebesar 6,48 %, produksi perikanan  mencapai 15,26 juta ton, produksi garam menyentuh angka 2,02 juta ton, tingkat konsumsi ikan dalam negeri naik hingga 33,89 kg/kapita serta NIlai Tukar Nelayan (NTN) yang memberi gambaran peningkatan taraf hidup nelayan sudah mencapai angka 105,37. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, pada kuliah perdana mahasiswa baru Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Selasa (24/9).

Kegiatan ini merupakan salah satu cara dalam rangka menanamkan jiwa kebaharian semenjak dini kepada para generasi muda Indonesia, agar mempunyai kesadaran tinggi akan hal ini, mengingat potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki Indonesia begitu besar dan dapat menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

McKinsey Global Institute, dalam laporannya “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential” menyebutkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu sektor utama (disamping sektor jasa, pertanian, dan sumberdaya alam) yang akan menghantarkan Indonesia sebagai negara yang maju perekonomiannya pada tahun 2030, di mana ekonomi Indonesia akan menempati posisi ke-7 Ekonomi Dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris, sehingga Indonesia harus terus berbenah diri melaksanakan pembangunan di segala sektor termasuk membangun sumber daya alam kelautan dan perikanan yang mempunyai potensi cukup besar untuk diolah secara optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa membangun sumberdaya alam kelautan dan perikanan adalah mengelola SDM-nya, maka peningkatan kapasitas SDM merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan industrialisasi kelautan dan perikanan.

Guna mewujudkan pengembangan SDM mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan, maka perlu terciptanya SDM sebagai pelaku industri yang mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk. Hal itu penting dilakukan mengingat Indonesia sedang bersiap diri menyambut Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013 dan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economy Community) 2015. Untuk itu, KKP tetap konsisten menata kembali pola pembangunan kelautan dan perikanan dengan mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih menekankan pada konsep Ekonomi Biru.

Konsep Blue Economy akan bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara keseluruhan. Konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) seperti konsep blue economy saat ini telah menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan Presiden RI dalam berbagai forum internasional telah menjadi pelopor dalam mempromosikan penerapan konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal tersebut, KKP yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan harus berada di garis terdepan untuk mempromosikan dan melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. “Pada dasarnya semua pihak sangat berkepentingan dengan pembangunan yang tidak mengorbankan masa depan. Apa yang kita lakukan sekarang tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi juga harus menjadi warisan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” tegasnya.
 
Sharif menegaskan, prinsip blue economy harus diimplementasikan dalam berbagai kebijakan KKP, terutama dalam program percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. Blue economy merupakan prinsip-prinsip yang harus dipegang dan kemudian dioperasionalkan dalam industrialisasi kelautan dan perikanan. Konsep ini selain mampu menciptakan industri kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, juga dapat melipatgandakan pendapatan, menciptakan kesempatan kerja dan menggerakan perekonomian masyarakat sekitar. “Untuk itu, KKP akan terus mendorong para pemangku kepentingan, baik itu pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi maupun masyarakat luas untuk terus menggali peluang penerapan blue economy dan strategi operasional dalam industrialisasi kelautan dan perikanan,” jelasnya.
 

Implementasi Blue Economy

Ekonomi biru meliputi berbagai sektor yang cukup luas seperti perikanan dan budidaya, pembangunan industri kelautan, wisata bahari, energi laut serta perlindungan ekosistem laut dan pesisir. Sebagai implementasinya, KKP berkomitmen penuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan budidaya yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan diiringi produk yang memenuhi standar mutu pangan (food safety). Selain itu, KKP juga menerapkan sertifikasi perbenihan dan pembudidayaan guna menghasilkan produk yang menganut jaminan mutu. Kemudian, mempercepat pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana budidaya serta mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya. Terkait implementasi konsep blue economy, KKP tengah mengembangkan model industrialisasi rumput laut berbasis blue economy, produk turanan industri udang dan crustasea, Model industrialisasi Tuna, Tongkol, Cakalang berbasis ekonomi biru, Minawisata berbasis sumberdaya kelautan dan lain  sebagainya.

Industri pengolahan yang menganut prinsip blue economy sudah berjalan, hal ini ditandai dengan berdirinya sejumlah pabrik chitoasan yang saat ini terkonsentrasi di Banten dan Jawa Tengah. Menurutnya, terdapat tiga negara yang potensial dalam menyerap produk-produk turunan tersebut  yakni Jepang, Korea dan China. Udang merupakan salah satu dari komoditi ekspor yang menggiurkan, karena memiliki peluang pasar dan harganya yang cukup tinggi di pangsa internasional.  Selama ini ekspor udang produk utamanya dalam bentuk daging, sedangkan kepala dan kulitnya menjadi limbah hasil perikanan yang tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan  filosofi Blue Economy, sisa hasil perikanan tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk turunan bernilai tambah tinggi seperti chitin dan chitosan. Chitosan merupakan salah satu bahan pengawet ikan selain garam, karena itu chitosan dapat diaplikasikan terhadap produk perikanan sebagai pengganti formalin yang terbilang berbahaya. “Pemanfaatan kulit udang menjadi “edible coating” chitosan bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha industri pengolahan, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan,” ujarnya.

Kendati tingginya akan permintaan ikan tidak berarti harus mengeksploitasi sumber daya laut secara berlebihan, tetapi bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya tersebut secara berkelanjutan. Untuk itu, perlu memulai kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mengelola sumber daya perikanan kita secara berkelanjutan. Karena itu, KKP berupaya untuk mengimplementasikan teknologi ramah lingkungan, baik pada perikanan tangkap maupun budidaya untuk mendukung industrialisasi perikanan. KKP tengah mengembangkan teknologi ramah lingkungan seperti, teknologi alat tangkap ikan, instalansi pendingin dengan menggunakan tekanan air laut sebagai penggerak, instalansi produksi es balok dengan bahan baku air laut. “prinsipnya, Blue economy akan bersinergi dengan pelaksanaan triple track strategy yakni, program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro- job (perekrutan tenaga kerja) dan pro-environment (pelestarian lingkungan)," tutupnya.

 
Jakarta,  24  September 2013

Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Pelaksana Tugas

 
Anang Noegroho

Narasumber:

1. Dr. Suseno Sukoyono

    Kepala Badan Pengembangan SDMKP

2. Anang Noegroho

    Plt. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
 
 
silahkan klik link dibawah ini untuk melihat tulisan terkait lainnya:
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/10006/Blue-Economy-Kembangkan-Inovasi-Untuk-Kesejahteraan/?category_id=34

Kamis, 26 September 2013

INOVASI P2MKP - K I S KAB. GRESIK DALAM MENINGKATKAN SR BENIH BANDENG



     Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat. Bandeng merupakan hewan air yang bandel, artinya bandeng  dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relative tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan tehnologi yang relative sedarhana dengan tingkat produksinya yang relative rendah. Jika dikelola dengan system yang lebih intensif produktivitas bandeng dapat meningkat hingga 3  (tiga)  kali lipat.
     Pemeliharaan bandeng yang sehat mensyaratkan air dan tambak yang bersih serta tidak tercemar. Bandeng konsumsi pada dasarnya dihasilkan melalui 3 (tiga) tahap budidaya yakni pembenihan, pendederan dan pembesaran. Bandeng konsumsi dihasilkan dari tambak pembesaran, benih tambak pembesaran adalah dari gelondongan yang dihasilkan dari tambak pendederan. Tambak pendederan memelihara nener  yang dihasilkan oleh pembenihan. Teknologi pemeliharaan bandeng dapat dilakukan secara tradisional, semi intensif dan intensif. 

     Melihat kondisi para pembudidaya ikan bandeng ditambak sekitar lokasi P2MKP KIS yang hasil produksinya relative rendah, pengelola P2MKP  KIS tergerak rasa keingin tahuannya apa yang sekiranya menjadi penyebab rendahnya hasil berbudidaya ikan bandeng tersebut. Setelah diketahui  hasil dari identifikasi ada beberapa penyabab  yang menjadi gagalnya produksivitas budidaya ikan bandeng tambak tradisional.  Maka diambil suatu keputusan untuk di laksanakan  mengatasi masalah yang dianggap paling krusial dalam berbudidaya dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya ikan ditambak tradisional.
    Pemeliharaan ikan bandeng  ditambak selain harus menggunakan teknologi  berbudidaya yang baik juga harus memahami bagaimana menghadapi serangan hama dan penyakit.
Menurut Ali Purnomo ada empat golongan hama dan penyakit ditambak yakni :
o    Predator / pemangsa yang terdiri ikan buas dan liar, kadal, kepiting dan berang – berang.
o    Competitor/ pesaing yang terdiri dari ikan liar dan siput.
o    Hama yakni penggali organism pelapuk kayu dan kerang-kerang
o    Penyakit parasite yakni penyakit yang disebabkan oleh virus bakteri dan protozoa.
     Dari tiga tahap kegiatan dalam berbudidaya ikan bandeng di tambak, P2MKP KIS memilih satu diantaranya yaitu melakukan kegiatan pendederan  benih/nener bandeng, sebagian besar nener sampai saat ini masih diperoleh dengan cara penangkapan secara alamiah, hanya sebagian kecil nener yang dihasilkan oleh budidaya  (hatchery). Nener yang dijual untuk di pelihara umumnya berumur antara  21 hari sampai 28 hari. Secara fisik besar nener dengan umur tersebut adalah seukuran jarum dan tubuhnya transparan dengan panjang sekitar 12 -13 mm. Bandeng  dewasa melepaskan telurnya ditengah  laut yang berjarak  sekitar  9 Km dari garis pantai. Telur itu mengambang dan dibawa ombak, dalam perjalanan telur menetas dan terbawa ke pantai atau muara sungai. Di pasar  local saat ini nener berukuran 12 -13 mm mencapai harga  Rp 100.000,- per rean.
    Inovasi yang dilakukan oleh P2MKP – KIS  sangat sederhana, walaupun demikian manfaatnya sangat dirasakan oleh petani tambak ikan dilingkungannya. Yaitu pendederan ikan bandeng dikolam terpal. Pendederan adalah bagian proses budidaya dari nener menjadi gelodongan. Pola  pemeliharaan tahap pendederan  umumnya dilakukan secara intensif atau semi intensif. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengatur waktu panen sehingga sesuai dengan siklus permintaan tambak pembesaran. Dengan inovasi yang dilakukan P2MKP KIS  akan dapat  memenuhi hal tersebut.  P2MKP KIS  berinovasi pendederan ikan bandeng dikolam terpal. Untuk mengajak petani tambak yang lainnya meningkatkan hasil tambaknya dengan mengintensifkan pendederannya karena dimasa pendederan ini yang diduga terjadinya mortalitas yang tinggi.  Dengan melakukan pendederan di kolam terpal tidak membutuhkan lahan yang luas  cukup dengan ukuran 2 m x 4 m, atau 3 m x 4 m dan dapat dilakukan dimana saja dan sekaligus dapat dipantau kapan diberi pakan dengan dosis yang sesuai, terhindar dari serangan hama dan penyakit. 

     Kolam terpal sebelumnya oleh  orang-orang budidaya hanya  digunakan  untuk memelihara jenis ikan  lele, ikan tawes, ikan nila dan ikan gurami. Dan sekarang P2MKP KIS telah melakukan pendederan ikan bandeng dengan kolam terpal agar dapat memantau dengan seksama keadaan / kondisi nener  baik  waktu pagi, siang dan malam.  Selain itu  masih banyak kelebihan yang didapat dari pendederan dikolam terpal diantaranya :
-    Tingkat kelangsungan hidup benih/ Survival Rate ( SR )  meningkat > 70 % yang sebelumnya tingkat kelangsungan hidup benih hanya ± 30 % saja ( hasil quesioner dan wawancara ).
-    Tidak memerlukan lahan yang luas.
-    Dapat dijadikan usaha rumah tangga.
-    Terhindar dari serangan hama.
-    Dalam memberikan pakan lebih terkontrol.
-    Salinitas air mudah dikendalikan.
-    Dapat dengan mudah kapan benih ikan akan dipanen.
     Pendederan ikan bandeng diKolam terpal ini merupakan inovasi yang dilakukan oleh P2MKP KIS – Kabupaten  Gresik  dapat memberikan harapan yang lebih besar akan keberhasilan dalam berbudidaya ikan bandeng.   Kepadatannya mencapai 3000  - 5000  per m3 (P2MKP KIS), pakan yang diberikan adalah pakan Cp  Prima  berprotein tinggi / protein 43. Setelah  1 minggu  dalam pendederan, ikan diberi pakan / diganti dengan pakan protein yang  lebih rendah sedangkan dosisnya  bermain pada respon ikan.