Selasa, 15 Oktober 2013
Blue Marlin Makaira nigricans
05.05
No comments
Description Blue marlin from National geographic (http://animals.nationalgeographic.com/animals/fish/blue-marlin/)
The strikingly beautiful blue marlin is the largest of the
Atlantic marlins and one of the biggest fish in the world. Females,
which are significantly larger than males, can reach 14 feet (4.3
meters) in length and weigh more than 1,985 pounds (900 kilograms).
Average sizes tend to be in the range of 11 feet (3.4 meters) and 200 to
400 pounds (91 to 181 kilograms).
Native to the tropical and
temperate waters of the Atlantic, Pacific, and Indian Oceans, blue
marlins are among the most recognizable of all fish. They are
cobalt-blue on top and silvery-white below, with a pronounced dorsal fin
and a long, lethal, spear-shaped upper jaw.
They are so-called
blue-water fish, spending most of their lives far out at sea. They are
also highly migratory, and will follow warm ocean currents for hundreds
and even thousands of miles.
Blue marlins prefer the higher
temperature of surface waters, feeding on mackerel and tuna, but will
also dive deep to eat squid. They are among the fastest fish in the
ocean, and use their spears to slash through dense schools, returning to
eat their stunned and wounded victims.
Known for putting up a
tremendous fight when hooked, these rare marine monsters are the holy
grail for sport fishers. Their meat is considered a delicacy,
particularly in Japan, where it is served raw as sashimi. Although not
currently endangered, conservationists worry that they are being
unsustainably fished, particularly in the Atlantic.
Reformasi Biru Bisnis Perikanan Di Indonesia
04.54
No comments
Oleh: Wiro N Wirandi
Jumlah produksi perikanan dunia yang berasal dari gabungan perikanan tangkap dan perikanan budidaya menurut laporan FAO 2012 mencapai 114.6 juta metrik ton per tahun atau sama dengan berat 13 juta individu gajah afrika. Sebanyak 95% dari komoditas produksi ikan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi manusia, sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan industri lainnya yang dimanfaatkan sebagai campuran pakan hewan peliharaan dan juga dipakai sebagai umpan ikan, serta untuk campuran pakan budidaya.
Aktivitas bisnis perikanan memberikan sumbangan yang besar terhadap perekonomian dunia. Sebagai catatan, saat ini 37% perdagangan dunia dikuasai oleh produk yang berbahan baku perikanan. Lebih dari 200 negara melakukan ekspor komoditas ikan dan hasil olahannya dengan nilai mencapai 90 miliar USD. Sebagai catatan 80% produk perikanan yang dihasilkan didunia berasal dari negara-negara yang sedang berkembang.
Ekspor komoditas ikan dan hasil olahannya pada 2010 telah mengalami kenaikan sebesar 56.6% dari tahun 1996. Kenaikan tersebut dipicu banyaknya perusahaan asing yang berinvestasi langsung atau bekerjasama dengan perusahaan lokal di negara-negara berkembang sehingga kapasitas tangakapan merangkak naik. Tren ekspor ikan mulai bergeser dari komoditas bahan baku kepada produk olahan dengan nilai ekonomis yang tinggi seperti tuna, kakap dan udang.
Bisnis perikanan memberikan manfaat langsung dan tidak langsung bagi kesejahteraan manusia. Diperkirakan 43.5 juta penduduk dunia menggantungkan langsung kesejahteraan hidupnya dari usaha-usaha produksi perikanan. Berarti apabila satu orang bekerja di sektor primer perikanan, maka akan ada 4 orang yang bekerja pada sektor sekundernya. Saat ini tercatat ada 170 juta orang yang bekerja pada industri inti perikanan. Kalau kemudian memasukkan nilai ketergantungan orang bekerja pada sektor perikanan, maka akan ada 520 juta orang bekerja pada sektor ini, atau dengan kata lain 8% dari populasi dunia terlibat di sektor industri dan bisnis ini.
Peningkatan kapasitas produksi perikanan di Indonesia tidak diimbangi dengan pengelolaan yang berkelanjutan. Laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa sebanyak 70% wilayah perairan kita mengalami overfishing (kelebihan tangkap). Beberapa populasi jenis ikan mengalami penurunan tajam. Hal ini berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan industri perikanan dan mengancam menurunnya pendapatan para pekerja. Permasalahan ini harus segera diatasi dan harus membangun sebuah mekanisme pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab untuk menjaga keberlangsungan sumberdaya ikan serta bisnisnya.
Pendekatan mekanisme bisnis perikanan yang bertanggung jawab telah dinisiasi oleh WWF-Indonesia sejak 2010. Sebuah program yang bernama Seafood Savers dilahirkan untuk memberi wadah bagi pebisnis perikanan untuk mulai mengubah pengelolaannya menjadi lebih ramah lingkungan, tujuannya adalah melahirkan produk seafood yang berkelanjutan bagi konsumen yang memiliki wawasan lingkungan untuk menuju kepada ecolabelling perikanan.
Kampanye kesadartahuan di sisi konsumen juga digencarkan oleh WWF, mulai dari kampanye langsung di ruang publik, menggunakan teknologi telepon pintar dengan mengembangkan aplikasi panduan memilih seafood yang ramah lingkungan, sampai memaksimalkan media cetak dan elektronik untuk menjangkau publik yang lebih luas. Tujuannya hanya satu, untuk membangun permintaan akan produk yang ramah lingkungan. Bagi Seafood Savers, permintaan yang meningkat di kalangan konsumen berarti membuka peluang agar produk ramah lingkungan yang dihasilkan dapat mempenetrasi pasar.
Dengan adanya sinergisitas perusahaan dan masyarakat untuk memprouksi dan membeli produk perikanan yang bertanggung jawab, maka diharapakan akan menjaga kelimpahan sumberdaya ikan di indonesia untuk jangka panjang serta meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan secara berkelanjutan.
Lebih lanjut soal Seafood Savers klik di sini
Kontak:
Wiro N Wirandi, Staf Program Seafood Savers, WWF-Indonesia, wwirandi@wwf.or.id
atau
http://www.wwf.or.id/?26620/Reformasi-biru-bisnis-perikanan-di-Indonesia
Sumber:
Jumlah produksi perikanan dunia yang berasal dari gabungan perikanan tangkap dan perikanan budidaya menurut laporan FAO 2012 mencapai 114.6 juta metrik ton per tahun atau sama dengan berat 13 juta individu gajah afrika. Sebanyak 95% dari komoditas produksi ikan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi manusia, sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan industri lainnya yang dimanfaatkan sebagai campuran pakan hewan peliharaan dan juga dipakai sebagai umpan ikan, serta untuk campuran pakan budidaya.
Aktivitas bisnis perikanan memberikan sumbangan yang besar terhadap perekonomian dunia. Sebagai catatan, saat ini 37% perdagangan dunia dikuasai oleh produk yang berbahan baku perikanan. Lebih dari 200 negara melakukan ekspor komoditas ikan dan hasil olahannya dengan nilai mencapai 90 miliar USD. Sebagai catatan 80% produk perikanan yang dihasilkan didunia berasal dari negara-negara yang sedang berkembang.
Ekspor komoditas ikan dan hasil olahannya pada 2010 telah mengalami kenaikan sebesar 56.6% dari tahun 1996. Kenaikan tersebut dipicu banyaknya perusahaan asing yang berinvestasi langsung atau bekerjasama dengan perusahaan lokal di negara-negara berkembang sehingga kapasitas tangakapan merangkak naik. Tren ekspor ikan mulai bergeser dari komoditas bahan baku kepada produk olahan dengan nilai ekonomis yang tinggi seperti tuna, kakap dan udang.
Bisnis perikanan memberikan manfaat langsung dan tidak langsung bagi kesejahteraan manusia. Diperkirakan 43.5 juta penduduk dunia menggantungkan langsung kesejahteraan hidupnya dari usaha-usaha produksi perikanan. Berarti apabila satu orang bekerja di sektor primer perikanan, maka akan ada 4 orang yang bekerja pada sektor sekundernya. Saat ini tercatat ada 170 juta orang yang bekerja pada industri inti perikanan. Kalau kemudian memasukkan nilai ketergantungan orang bekerja pada sektor perikanan, maka akan ada 520 juta orang bekerja pada sektor ini, atau dengan kata lain 8% dari populasi dunia terlibat di sektor industri dan bisnis ini.
Peningkatan kapasitas produksi perikanan di Indonesia tidak diimbangi dengan pengelolaan yang berkelanjutan. Laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa sebanyak 70% wilayah perairan kita mengalami overfishing (kelebihan tangkap). Beberapa populasi jenis ikan mengalami penurunan tajam. Hal ini berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan industri perikanan dan mengancam menurunnya pendapatan para pekerja. Permasalahan ini harus segera diatasi dan harus membangun sebuah mekanisme pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab untuk menjaga keberlangsungan sumberdaya ikan serta bisnisnya.
Pendekatan mekanisme bisnis perikanan yang bertanggung jawab telah dinisiasi oleh WWF-Indonesia sejak 2010. Sebuah program yang bernama Seafood Savers dilahirkan untuk memberi wadah bagi pebisnis perikanan untuk mulai mengubah pengelolaannya menjadi lebih ramah lingkungan, tujuannya adalah melahirkan produk seafood yang berkelanjutan bagi konsumen yang memiliki wawasan lingkungan untuk menuju kepada ecolabelling perikanan.
Kampanye kesadartahuan di sisi konsumen juga digencarkan oleh WWF, mulai dari kampanye langsung di ruang publik, menggunakan teknologi telepon pintar dengan mengembangkan aplikasi panduan memilih seafood yang ramah lingkungan, sampai memaksimalkan media cetak dan elektronik untuk menjangkau publik yang lebih luas. Tujuannya hanya satu, untuk membangun permintaan akan produk yang ramah lingkungan. Bagi Seafood Savers, permintaan yang meningkat di kalangan konsumen berarti membuka peluang agar produk ramah lingkungan yang dihasilkan dapat mempenetrasi pasar.
Dengan adanya sinergisitas perusahaan dan masyarakat untuk memprouksi dan membeli produk perikanan yang bertanggung jawab, maka diharapakan akan menjaga kelimpahan sumberdaya ikan di indonesia untuk jangka panjang serta meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan secara berkelanjutan.
Lebih lanjut soal Seafood Savers klik di sini
Kontak:
Wiro N Wirandi, Staf Program Seafood Savers, WWF-Indonesia, wwirandi@wwf.or.id
atau
http://www.wwf.or.id/?26620/Reformasi-biru-bisnis-perikanan-di-Indonesia
Sumber:
- FAO
- greenfact.org
- http://www.greenradio.fm/news/latest/3257-perairan-indonesia-over-fishing
Senin, 14 Oktober 2013
06.56
No comments
Untuk
meningkatkan produksi dan nilai tambah beberapa produk unggulan
perikanan budidaya, diperlukan perubahan modernisasi sistem produksi.
Kebijakan strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang
memfokuskan pada percepatan industrialisasi perikanan telah dicanangkan.
Salah satu tujuannya adalah meningkatkan produksi beberapa komoditas
unggulan perikanan budidaya (akuakultur) dan meningkatkan nilai tambah
produk-produk tersebut.
Program kebijakan KKP ini juga sejalan dengan permintaan pasar
internasional yang mulai memperketat kualitas produk akuakultur.
Tantangan tersebut kemudian diterjemahkan KKP dalam bentuk konsep
ekonomi biru yang mengusung keseimbangan antara produksi dan
keberlangsungan sistem produksi akuakultur itu sendiri.
“Untuk mencapai semua itu, kita harus melakukan perubahan modernisasi
sistem produksi, melakukan integrasi dari berbagai aspek pendukung di
berbagai sektor perikanan. Hal ini tidak hanya menjadi pekerjaan
Kementerian Kelautan dan Perikanan saja melainkan pekerjaan lintas
sektor,” kata Dr Ir Aryo Hanggono DEA, Sekretaris Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Badan Litbang KP), KKP saat membuka
Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA), di Mataram, NTB, baru-baru
ini.
Menurut Aryo, tantangan ini adalah peluang yang sangat baik dalam
pengembangan produk dan teknologi akuakultur ramah lingkungan dan
berkelanjutan dalam kerangka mendukung program industrialisasi
akuakultur berbasis ekonomi biru. Salah satu tantangan dalam
pengembangan produk unggulan perikanan budidaya saat ini adalah
peningkatan dan kualitas produk ekspor perikanan.
“Harus diakui, kualitas dan mutu perikanan kita memang masih ada yang
belum memenuhi standar internasional. Namun demikian, kita tidak perlu
berkecil hati, mari kita songsong tantangan tersebut menjadi peluang
dalam rangka meningkatkan daya saing produksi perikanan,” tegas Aryo.
Untuk mendukung upaya tersebut, kata Aryo, Balitbang KP akan terus
berinovasi dan berkreasi. Karena melalui inovasi dan kreasilah,
Indonesia akan mampu bersaing dengan negara-negara penghasil produk
perikanan budidaya.
Selain meningkatkan produksi, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan Budidaya (P4B), Balitbang KP diharapkan juga dapat memberikan
jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang menghambat pengembangan
perikanan budidaya di Indonesia. “Ini sangat penting, karena bagaimana
pun juga sentra-sentra produksi perikanan budidaya ada di
daerah-daerah,” jelas Aryo.
Standar Mutu
Standar Mutu
Disinggung mengenai standar mutu perikanan yang belum memenuhi standar
internasional, Aryo menilai hal tersebut disebabkan oleh dua hal.
“Pertama, belum ada standar operasional prosedur (SOP). Kedua, sudah
ada SOP-nya, tapi belum dilaksanakan oleh pembudidaya,” kata Aryo
kepada Majalah Sains Indonesia, baru-baru ini.
Soal limbah, tambah Aryo, jika mau mene-rapkan konsep blue economy,
limbah-limbah residu dari bekas tambak tidak boleh langsung dibuang.
“Ini menjadi tantangan bagi Balitbang KP. Karena itu sebelum air
tersebut dibuang, sebaiknya ada proses terlebih dahulu. Karena biasanya,
dalam proses pencucian atau penetralan air tambak, pembudidaya biasa
menggunakan bahan kimia, misalnya kaporit. Nah, perlakuan seperti inilah
ke depan kita harapkan tidak terjadi lagi,” tegas Aryo.
Artikel selengkapnya bisa anda baca di Majalah SAINS Indonesia Edisi 19
Copyright 2012. Majalah SAINS Indonesia
Inovasi teknologi tingkatkan produksi budidaya ikan
06.42
No comments
Top of Form
Berita tentang inovasi produksi budidaya ikan dari http://www.antaranews.com/berita/393072/inovasi-teknologi-tingkatkan-produksi-budidaya-ikan
Inovasi teknologi tingkatkan produksi budidaya ikan
Jumat, 30 Agustus 2013 10:31 WIB | 1623 Views
Pewarta: M Razi Rahman
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, inovasi teknologi
merupakan keharusan bila Indonesia ingin meningkatkan produksi budidaya
perikanan yang berkualitas.
"Efektivitas dan efisiensi suatu pengelolaan usaha budidaya merupakan suatu keharusan dalam upaya peningkatan produksi yang berkualitas," kata Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, menurut Slamet, pihaknya juga mendorong Program Industrialisasi Perikanan Budidaya berbasis "blue economy" (ekonomi biru) yang memerlukan dukungan perekayasaan melalui pengembangan inovasi bioteknologi.
Ia juga mengemukakan agar semakin banyaknya peningkatan kualitas hasil perekayasaan yang dihasilkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB).
"UPT dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif untuk menghasilkan teknologi-teknologi terapan yang dapat diterapkan dengan mudah oleh masyarakat khususnya pembudidaya," katanya.
Menurut dia, terobosan-terobosan baru sangat diperlukan sehingga UPT Perikanan Budidaya yang merupakan ujung tombak implementasi kebijakan pemerintah pusat di daerah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KKP Sjarief Widjaja menyampaikan bahwa UPT dituntut untuk berpikir global serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan.
Sekjen KKP menegaskan, hal itu perlu dilakukan untuk menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, seperti AFTA atau Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN yang akan diterapkan pada tahun 2015.
"Jauh-jauh hari kita harus mempersiapkan diri dengan matang, sehingga kita mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri khususnya perikanan budidaya," kata Sjarief.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan produksi ikan budidaya secara global telah melampaui produksi daging sapi sehingga Indonesia juga layak untuk meningkatkan produksi ikan budidaya.
"Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO melansir sejak tahun 2011 untuk pertama kalinya produksi perikanan budidaya dunia telah melampaui produksi daging sapi," kata Sharif Cicip Sutardjo di Jakarta, Selasa (27/8).
Sharif memaparkan pada 2012, produksi perikanan budidaya dunia telah mencapai sebesar 66 juta ton sedangkan produksi daging sapi hanya mencapai sebesar 63 juta ton.
Menurut dia, hal tersebut juga membuktikan bahwa sektor budidaya kelautan dan perikanan semakin dapat diandalkan untuk mendukung ketahanan pangan, termasuk di Indonesia.
"Perikanan budidaya akan semakin diandalkan dalam pemenuhan kebutuhan ikan, baik di dalam negeri maupun kebutuhan dunia," katanya.
Ia juga mengatakan meski menghadapi anomali iklim atau cuaca, kegiatan usaha budidaya masih dapat dikembangkan melalui berbagai penerapan inovasi teknologi budidaya.
"Efektivitas dan efisiensi suatu pengelolaan usaha budidaya merupakan suatu keharusan dalam upaya peningkatan produksi yang berkualitas," kata Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, menurut Slamet, pihaknya juga mendorong Program Industrialisasi Perikanan Budidaya berbasis "blue economy" (ekonomi biru) yang memerlukan dukungan perekayasaan melalui pengembangan inovasi bioteknologi.
Ia juga mengemukakan agar semakin banyaknya peningkatan kualitas hasil perekayasaan yang dihasilkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB).
"UPT dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif untuk menghasilkan teknologi-teknologi terapan yang dapat diterapkan dengan mudah oleh masyarakat khususnya pembudidaya," katanya.
Menurut dia, terobosan-terobosan baru sangat diperlukan sehingga UPT Perikanan Budidaya yang merupakan ujung tombak implementasi kebijakan pemerintah pusat di daerah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KKP Sjarief Widjaja menyampaikan bahwa UPT dituntut untuk berpikir global serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan.
Sekjen KKP menegaskan, hal itu perlu dilakukan untuk menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, seperti AFTA atau Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN yang akan diterapkan pada tahun 2015.
"Jauh-jauh hari kita harus mempersiapkan diri dengan matang, sehingga kita mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri khususnya perikanan budidaya," kata Sjarief.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan produksi ikan budidaya secara global telah melampaui produksi daging sapi sehingga Indonesia juga layak untuk meningkatkan produksi ikan budidaya.
"Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO melansir sejak tahun 2011 untuk pertama kalinya produksi perikanan budidaya dunia telah melampaui produksi daging sapi," kata Sharif Cicip Sutardjo di Jakarta, Selasa (27/8).
Sharif memaparkan pada 2012, produksi perikanan budidaya dunia telah mencapai sebesar 66 juta ton sedangkan produksi daging sapi hanya mencapai sebesar 63 juta ton.
Menurut dia, hal tersebut juga membuktikan bahwa sektor budidaya kelautan dan perikanan semakin dapat diandalkan untuk mendukung ketahanan pangan, termasuk di Indonesia.
"Perikanan budidaya akan semakin diandalkan dalam pemenuhan kebutuhan ikan, baik di dalam negeri maupun kebutuhan dunia," katanya.
Ia juga mengatakan meski menghadapi anomali iklim atau cuaca, kegiatan usaha budidaya masih dapat dikembangkan melalui berbagai penerapan inovasi teknologi budidaya.
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2013
semoga berita tersebut dapat menambah reverensi tentang inovasi aquaculture dan perikanan indonesia semakin maju.
Inovasi - inovasi perikanan budidaya
06.31
No comments
Banyak informasi yang bisa kita dapatkan silahkan klik di link berikut http://budidaya-ikan.com/
Banyak inovasi-inovasi yang dapat dijadikan sumber referensi bagi para pengusaha budidaya ikan atau hobiis budidaya ikan untuk meningkatkan peluang usaha maupun peningkatan produksi. silahkan menikmati artikel-artikel yang terkait pada link tersebut. keep enjoy for read :)
Banyak inovasi-inovasi yang dapat dijadikan sumber referensi bagi para pengusaha budidaya ikan atau hobiis budidaya ikan untuk meningkatkan peluang usaha maupun peningkatan produksi. silahkan menikmati artikel-artikel yang terkait pada link tersebut. keep enjoy for read :)
Blue Economy Kembangkan Inovasi Untuk Kesejahteraan
06.10
No comments
24/09/2013 - Kategori : Siaran Pers
Siaran Pers
No. 124/PDSI/HM.310/IX/2013
Kegiatan
ini merupakan salah satu cara dalam rangka menanamkan jiwa kebaharian
semenjak dini kepada para generasi muda Indonesia, agar mempunyai
kesadaran tinggi akan hal ini, mengingat potensi kelautan dan perikanan
yang dimiliki Indonesia begitu besar dan dapat menjadi sumber
kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
McKinsey
Global Institute, dalam laporannya “The Archipelago Economy: Unleashing
Indonesia's Potential” menyebutkan bahwa sektor perikanan merupakan
salah satu sektor utama (disamping sektor jasa, pertanian, dan
sumberdaya alam) yang akan menghantarkan Indonesia sebagai negara yang
maju perekonomiannya pada tahun 2030, di mana ekonomi Indonesia akan
menempati posisi ke-7 Ekonomi Dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris,
sehingga Indonesia harus terus berbenah diri melaksanakan pembangunan di
segala sektor termasuk membangun sumber daya alam kelautan dan
perikanan yang mempunyai potensi cukup besar untuk diolah secara
optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa membangun sumberdaya alam kelautan
dan perikanan adalah mengelola SDM-nya, maka peningkatan kapasitas SDM
merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan industrialisasi
kelautan dan perikanan.
Guna
mewujudkan pengembangan SDM mendukung industrialisasi kelautan dan
perikanan, maka perlu terciptanya SDM sebagai pelaku industri yang mampu
meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk. Hal itu penting
dilakukan mengingat Indonesia sedang bersiap diri menyambut Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013 dan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN
(ASEAN Economy Community) 2015. Untuk itu, KKP tetap konsisten menata
kembali pola pembangunan kelautan dan perikanan dengan mengadopsi konsep
pembangunan berkelanjutan yang lebih menekankan pada konsep Ekonomi
Biru.
Konsep Blue Economy
akan bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna
mencapai pembangunan nasional secara keseluruhan. Konsepsi pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) seperti konsep blue economy saat
ini telah menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Bahkan Presiden RI dalam berbagai
forum internasional telah menjadi pelopor dalam mempromosikan penerapan
konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal
tersebut, KKP yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan harus
berada di garis terdepan untuk mempromosikan dan melaksanakan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. “Pada dasarnya semua
pihak sangat berkepentingan dengan pembangunan yang tidak mengorbankan
masa depan. Apa yang kita lakukan sekarang tidak hanya untuk hari ini
saja, tetapi juga harus menjadi warisan yang lebih baik bagi generasi
mendatang,” tegasnya.
Sharif menegaskan, prinsip blue economy
harus diimplementasikan dalam berbagai kebijakan KKP, terutama dalam
program percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. Blue economy
merupakan prinsip-prinsip yang harus dipegang dan kemudian
dioperasionalkan dalam industrialisasi kelautan dan perikanan. Konsep
ini selain mampu menciptakan industri kelautan dan perikanan yang ramah
lingkungan, juga dapat melipatgandakan pendapatan, menciptakan
kesempatan kerja dan menggerakan perekonomian masyarakat sekitar. “Untuk
itu, KKP akan terus mendorong para pemangku kepentingan, baik itu
pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi maupun masyarakat luas
untuk terus menggali peluang penerapan blue economy dan strategi
operasional dalam industrialisasi kelautan dan perikanan,” jelasnya.
Implementasi Blue Economy
Ekonomi
biru meliputi berbagai sektor yang cukup luas seperti perikanan dan
budidaya, pembangunan industri kelautan, wisata bahari, energi laut
serta perlindungan ekosistem laut dan pesisir. Sebagai implementasinya,
KKP berkomitmen penuh untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
perikanan budidaya yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan
diiringi produk yang memenuhi standar mutu pangan (food
safety). Selain itu, KKP juga menerapkan sertifikasi perbenihan dan
pembudidayaan guna menghasilkan produk yang menganut jaminan mutu.
Kemudian, mempercepat pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana
budidaya serta mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan perbankan
maupun lembaga pembiayaan lainnya. Terkait implementasi konsep blue
economy, KKP tengah mengembangkan model industrialisasi rumput laut
berbasis blue economy, produk turanan industri udang dan crustasea,
Model industrialisasi Tuna, Tongkol, Cakalang berbasis ekonomi biru,
Minawisata berbasis sumberdaya kelautan dan lain sebagainya.
Industri pengolahan yang menganut prinsip blue economy
sudah berjalan, hal ini ditandai dengan berdirinya sejumlah pabrik
chitoasan yang saat ini terkonsentrasi di Banten dan Jawa Tengah.
Menurutnya, terdapat tiga negara yang potensial dalam menyerap
produk-produk turunan tersebut yakni Jepang, Korea dan China. Udang
merupakan salah satu dari komoditi ekspor yang menggiurkan, karena
memiliki peluang pasar dan harganya yang cukup tinggi di pangsa
internasional. Selama ini ekspor udang produk utamanya dalam bentuk
daging, sedangkan kepala dan kulitnya menjadi limbah hasil perikanan
yang tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan filosofi Blue Economy, sisa
hasil perikanan tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk turunan
bernilai tambah tinggi seperti chitin dan chitosan. Chitosan merupakan
salah satu bahan pengawet ikan selain garam, karena itu chitosan dapat
diaplikasikan terhadap produk perikanan sebagai pengganti formalin yang
terbilang berbahaya. “Pemanfaatan kulit udang menjadi “edible coating”
chitosan bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha industri
pengolahan, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran
lingkungan yang ditimbulkan,” ujarnya.
Kendati
tingginya akan permintaan ikan tidak berarti harus mengeksploitasi
sumber daya laut secara berlebihan, tetapi bagaimana dapat memanfaatkan
sumber daya tersebut secara berkelanjutan. Untuk itu, perlu memulai
kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mengelola sumber
daya perikanan kita secara berkelanjutan. Karena itu, KKP berupaya untuk
mengimplementasikan teknologi ramah lingkungan, baik pada perikanan
tangkap maupun budidaya untuk mendukung industrialisasi perikanan. KKP
tengah mengembangkan teknologi ramah lingkungan seperti, teknologi alat
tangkap ikan, instalansi pendingin dengan menggunakan tekanan air laut
sebagai penggerak, instalansi produksi es balok dengan bahan baku air
laut. “prinsipnya, Blue economy akan bersinergi dengan
pelaksanaan triple track strategy yakni, program pro-poor (pengentasan
kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro- job (perekrutan tenaga
kerja) dan pro-environment (pelestarian lingkungan)," tutupnya.
Jakarta, 24 September 2013
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Pelaksana Tugas
Anang Noegroho
Narasumber:
1. Dr. Suseno Sukoyono
Kepala Badan Pengembangan SDMKP
2. Anang Noegroho
Plt. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
silahkan klik link dibawah ini untuk melihat tulisan terkait lainnya:
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/10006/Blue-Economy-Kembangkan-Inovasi-Untuk-Kesejahteraan/?category_id=34
Kamis, 26 September 2013
INOVASI P2MKP - K I S KAB. GRESIK DALAM MENINGKATKAN SR BENIH BANDENG
01.34
4 comments
Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat. Bandeng merupakan hewan air yang bandel, artinya bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relative tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan tehnologi yang relative sedarhana dengan tingkat produksinya yang relative rendah. Jika dikelola dengan system yang lebih intensif produktivitas bandeng dapat meningkat hingga 3 (tiga) kali lipat.
Pemeliharaan bandeng yang sehat mensyaratkan air dan tambak yang bersih serta tidak tercemar. Bandeng konsumsi pada dasarnya dihasilkan melalui 3 (tiga) tahap budidaya yakni pembenihan, pendederan dan pembesaran. Bandeng konsumsi dihasilkan dari tambak pembesaran, benih tambak pembesaran adalah dari gelondongan yang dihasilkan dari tambak pendederan. Tambak pendederan memelihara nener yang dihasilkan oleh pembenihan. Teknologi pemeliharaan bandeng dapat dilakukan secara tradisional, semi intensif dan intensif.
Pemeliharaan bandeng yang sehat mensyaratkan air dan tambak yang bersih serta tidak tercemar. Bandeng konsumsi pada dasarnya dihasilkan melalui 3 (tiga) tahap budidaya yakni pembenihan, pendederan dan pembesaran. Bandeng konsumsi dihasilkan dari tambak pembesaran, benih tambak pembesaran adalah dari gelondongan yang dihasilkan dari tambak pendederan. Tambak pendederan memelihara nener yang dihasilkan oleh pembenihan. Teknologi pemeliharaan bandeng dapat dilakukan secara tradisional, semi intensif dan intensif.
Melihat kondisi para pembudidaya ikan bandeng ditambak sekitar lokasi P2MKP KIS yang hasil produksinya relative rendah, pengelola P2MKP KIS tergerak rasa keingin tahuannya apa yang sekiranya menjadi penyebab rendahnya hasil berbudidaya ikan bandeng tersebut. Setelah diketahui hasil dari identifikasi ada beberapa penyabab yang menjadi gagalnya produksivitas budidaya ikan bandeng tambak tradisional. Maka diambil suatu keputusan untuk di laksanakan mengatasi masalah yang dianggap paling krusial dalam berbudidaya dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya ikan ditambak tradisional.
Pemeliharaan ikan bandeng ditambak selain harus menggunakan teknologi berbudidaya yang baik juga harus memahami bagaimana menghadapi serangan hama dan penyakit.
Menurut Ali Purnomo ada empat golongan hama dan penyakit ditambak yakni :
o Predator / pemangsa yang terdiri ikan buas dan liar, kadal, kepiting dan berang – berang.
o Competitor/ pesaing yang terdiri dari ikan liar dan siput.
o Hama yakni penggali organism pelapuk kayu dan kerang-kerang
o Penyakit parasite yakni penyakit yang disebabkan oleh virus bakteri dan protozoa.
Dari tiga tahap kegiatan dalam berbudidaya ikan bandeng di tambak, P2MKP KIS memilih satu diantaranya yaitu melakukan kegiatan pendederan benih/nener bandeng, sebagian besar nener sampai saat ini masih diperoleh dengan cara penangkapan secara alamiah, hanya sebagian kecil nener yang dihasilkan oleh budidaya (hatchery). Nener yang dijual untuk di pelihara umumnya berumur antara 21 hari sampai 28 hari. Secara fisik besar nener dengan umur tersebut adalah seukuran jarum dan tubuhnya transparan dengan panjang sekitar 12 -13 mm. Bandeng dewasa melepaskan telurnya ditengah laut yang berjarak sekitar 9 Km dari garis pantai. Telur itu mengambang dan dibawa ombak, dalam perjalanan telur menetas dan terbawa ke pantai atau muara sungai. Di pasar local saat ini nener berukuran 12 -13 mm mencapai harga Rp 100.000,- per rean.
Inovasi yang dilakukan oleh P2MKP – KIS sangat sederhana, walaupun demikian manfaatnya sangat dirasakan oleh petani tambak ikan dilingkungannya. Yaitu pendederan ikan bandeng dikolam terpal. Pendederan adalah bagian proses budidaya dari nener menjadi gelodongan. Pola pemeliharaan tahap pendederan umumnya dilakukan secara intensif atau semi intensif. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengatur waktu panen sehingga sesuai dengan siklus permintaan tambak pembesaran. Dengan inovasi yang dilakukan P2MKP KIS akan dapat memenuhi hal tersebut. P2MKP KIS berinovasi pendederan ikan bandeng dikolam terpal. Untuk mengajak petani tambak yang lainnya meningkatkan hasil tambaknya dengan mengintensifkan pendederannya karena dimasa pendederan ini yang diduga terjadinya mortalitas yang tinggi. Dengan melakukan pendederan di kolam terpal tidak membutuhkan lahan yang luas cukup dengan ukuran 2 m x 4 m, atau 3 m x 4 m dan dapat dilakukan dimana saja dan sekaligus dapat dipantau kapan diberi pakan dengan dosis yang sesuai, terhindar dari serangan hama dan penyakit.
Kolam terpal sebelumnya oleh orang-orang budidaya hanya digunakan untuk memelihara jenis ikan lele, ikan tawes, ikan nila dan ikan gurami. Dan sekarang P2MKP KIS telah melakukan pendederan ikan bandeng dengan kolam terpal agar dapat memantau dengan seksama keadaan / kondisi nener baik waktu pagi, siang dan malam. Selain itu masih banyak kelebihan yang didapat dari pendederan dikolam terpal diantaranya :
- Tingkat kelangsungan hidup benih/ Survival Rate ( SR ) meningkat > 70 % yang sebelumnya tingkat kelangsungan hidup benih hanya ± 30 % saja ( hasil quesioner dan wawancara ).
- Tidak memerlukan lahan yang luas.
- Dapat dijadikan usaha rumah tangga.
- Terhindar dari serangan hama.
- Dalam memberikan pakan lebih terkontrol.
- Salinitas air mudah dikendalikan.
- Dapat dengan mudah kapan benih ikan akan dipanen.
Pendederan ikan bandeng diKolam terpal ini merupakan inovasi yang dilakukan oleh P2MKP KIS – Kabupaten Gresik dapat memberikan harapan yang lebih besar akan keberhasilan dalam berbudidaya ikan bandeng. Kepadatannya mencapai 3000 - 5000 per m3 (P2MKP KIS), pakan yang diberikan adalah pakan Cp Prima berprotein tinggi / protein 43. Setelah 1 minggu dalam pendederan, ikan diberi pakan / diganti dengan pakan protein yang lebih rendah sedangkan dosisnya bermain pada respon ikan.